Thursday, June 30, 2005

Bu Arifin

Belakangan aku baru tahu kalau bu Arifin, tetanggaku itu lulusan UNPAD juga. Angkatan kepala 7 katanya. Tapi anehnya, ia jadi ibu rumah tangga. Suaminya pegawai negeri yang bukan eselon tapi sudah punya mobil 2 dan rumah apik.
Kata ibuku, setiap hari ia melukis di ruang tamunya. Bukan dengan cat minyak di atas kanvas tapi di buku gambar dengan crayon. Sore hari ia baru keluar rumah untuk menyiram bunga mawarnya, lengkap dengan gincu merah, polesan perona pipi, dan kalung mutiara yang melingkar dengan tidak pas di lehernya.
Kata ibu juga suaminya jarang pulang ke rumah. Konon, suaminya impoten dan ia jadi sering berlaku genit di dalam atau di luar rumah.
Suatu sore, saat pulang kantor, aku memergokinya menangis sambil menyiram tanaman. Saat melihatku, ia buru-buru berusaha menghapus air matanya sehingga eye shadow-nya berantakan. Ia tersenyum. Dan kubalas kembali senyumannya.
Di rumah, aku merenung: kita tak bisa melihat seseorang dari luarnya, meski itu kelihatan mencolok mata. Lelah, kunyalakan AC kamarku dan berusaha menutup mata.

Tuesday, June 28, 2005

Kenapa tak pernah terpikir?

Iklan itu sebuah benda yang menakjubkan. Bisa diucapkan dengan kata makian (seperti saat kita melihat film favorit kita di TV dan diputus oleh selingan iklan) atau juga kata o panjang, saat melihat iklan yang mewah secara ide.
Makin semangat setiap melihat iklan seperti ini muncul. Semakin mati-matian gue untuk buat iklan yang bagus.

Minggu pagi, sekitar pukul 10

Minggu pagi, sekitar pukul 10. Merpati-merpati itu mematuk sisa makanan yang kubeli di toko sebelah apartemenku. Sendiri saja. Sambil melihat orang-orang yang lari melintas di wajahku. Sial. Harusnya kubawa sepatu lariku. Sudah tiga minggu aku tidak lari pagi. Kelelahan belajar untuk ujian semester.
Tidak jauh disebelahku, seorang perempuan muda tertunduk sedih. Hidungnya agak pesek khas orang Irlandia. Rambutnya yang dicat merah kelihatan panas ditimpa matahari. Di tangannya, segelas plastik kopi dengan sedotan yang kerap ia main-mainkan. Tentunya ini mengherankan. Tak sering aku melihat seseorang yang minum kopi paginya dengan sedotan. Dan ini Manhattan, dimana tak ada orang yang meminum kopi dengan sedotan!
Kuperhatikan lagi, dijari manisnya melingkar sebuah cincin nikah perak. Mungkin ia habis bercerai atau menyesal telah bercerai. Makanya ia kelihatan sedih. Atau mungkin...
Ah, daripada pusing memikirkan cerita apa selanjutnya: kumatikan layar laptopku, minum sebutir obat tidur, mengapak bantalku supaya nyaman dan melanjutkan tidurku...

Monday, June 27, 2005

Pertemuan keluarga

Kemarin akhirnya, orangtua gue dan orangtua pacar gue ketemuan untuk membahas soal rencana pernikahan gue berdua.
Cukup alot.
Gue bersikukuh kalau gue dan pacar gue kepingin pernikahan yang sederhana.
Orangtua gue terbagi dua: bokap yang liberal dan nyokap yang paranoid.
Sementara orangtua pacar gue: harus pernikahan adat Jawa!
Setelah perdebatan agak kolot, walhasil semua yang gue perjuangkan gagal semua!
Ah, sekali lagi, andai pernikahan itu hanya milik gue dan pacar gue. Tapi ya sudahlah, dunia ini tidak adil, jadi buat apa dihakimi?

Saat kita muda...

Seorang kawan yang baik pernah memberikan petuahnya yg berharga:
Saat kita muda, kita melakukan hal-hal yang bodoh.
Mungkin iya.
Jika ingat, dulu sering membawa gantungan kunci dari Singapura padahal buatan Singaparna.
Atau berteriak kencang ke atas gedung tinggi,
Minta Tuhan untuk mencakar langitnya sekali lagi.
Atau berlari keliling dunia, supaya habis air mata.

Wednesday, June 22, 2005

Pukul sepuluh lewat sepuluh malam

Pukul sepuluh lewat sepuluh malam. Aku menarik selimutku lagi. Harusnya aku sudah bangun, tapi mata memaksaku untuk kembali tidur. Disebelahku, seorang perempuan yang dulu tak kukenal, membuka mulutnya. Kelihatannya lelap. Kamu bisa menebak seorang lelap atau tidak dari gerakan mulutnya. Tersenyum lagi, pikirku. Hidup ini masih panjang. Masih ada 49 tahun lagi.
Masih belum bisa tidur, meski kuberatkan kelopak mataku. Kuangkat segelas kopi dan dengan pelan kuaduk agar bunyi denting keramiknya tak membangunkannya. Ah, jam sepuluh lewat limabelas. Belum lagi pagi.
Aku buka isi dompetku. Fotonya tersenyum. Hmm, andai dia masih disebelahku. Andai perempuan ini adalah dia. Mungkin ceritanya akan berbeda...

Tuesday, June 14, 2005

The Last Supper

Mereka semua datang telat untuk perjamuan terakhir.
Saat Isa menunggu dengan jengah,
Mengetuk-ngetuk jarinya di meja kayu oak,
Menggerutu benci untuk ketelatan rasul-rasulnya,
Isa akhirnya menuang sendiri cawan anggur dan melahap roti kering yang ada dihadapannya.
Saat kedua belas rasulnya datang sambil memohon maaf,
Isa hanya menatap tajam ke arah mereka.
"Hari ini hari terakhir kita berkumpul dan kalian masih saja telat. Apa alasan kalian?"
"Maafkan kami wahai anak Tuhan, tadi saat kami kesini, ada kecelakaan di jalan..." Jawab mereka enteng.

Friday, June 10, 2005

Malaikat Jibril

Sebuah kunjungan yang mengejutkan! Malaikat Jibril menghampiriku saat sedang menikmati segelas coffe latte dan sebatang rokok.
"Iqra!" Katanya.
Berulangkali ia bilang begitu.
Iqra! Iqra!
Aku angkat bahuku karena tidak tahu apa maksudnya.
Ia kemudian menunjukkan sesuatu padaku: sebuah tanda dilarang merokok dekat meja kasir.

Surat untuk para insan

Suatu saat gue akan menulis surat yang panjang untuk David Ogilvy atau Leo Burnett atau bahkan Roy Wisnu dan akan bilang,"Anjiss, gara-gara elo gue nggak pernah pacaran, ketemu bokap nyokap gue lagi, tidur 8 jam, dan paru-paru sesak!"

Thursday, June 09, 2005

Kuasai dunia! Sekarang!

Seorang lelaki pernah memberitahuku cara untuk menguasai dunia
Katanya: jangan pernah berhenti berusaha. Itu kuncinya.
Aku hanya mengiyakannya dalam hati.
Genghis Khan, Adolf Hitler, Benito Mussolini, Napoleon Bonaparte, Julius Cesar, dan Bill Gates kini mampir ke ruang pribadiku.
Masing-masing bercerita tentang kemenangan dan kekalahannya. Dan aku sibuk mencatat setiap kata yang keluar dari mulut mereka.
Kesimpulannya? Tidak ada.

Monday, June 06, 2005

Tuhan

Oh, tuan Tuhan?
Maaf, disini tidak ada ganja

Bunda Maria

Saat aku melepaskan penat
Sekilas aku melihat sosok perempuan di kaca angkot
Tersenyum cepat

Sedetik kemudian aku merasa seperti Isa
Yang melihat Maria saat disalib di jalan Golgota

Tidak terasa...
Aku jatuh cinta