Maria dan Miles
Musik Jazz mengajarkanku tentang sepi sambil menikmati
seteguk kopi.
Aku membuka tirai jendela. Melihat pendar cahaya kota yang
pecah tertimpa sisa hujan sore. Bau rumput basah, udara dingin, dilengkapi aroma
kopi. Ada apa dengan diriku? Mengapa tiba-tiba jadi sentimentil begini?
Ringkihan menyihir trompet Miles Davis mengisi flatku yang
berantakan. Sofa yang kotor. Piring dan gelas yang belum dicuci. Dan bau apa
ini? Hidungku mengendus.
Kunyalakan sigaret satu-satunya yang tersisa. Kopi dan Miles
Davis. Apalagi yang kubutuhkan untuk menikmati sepi? Temanku pernah cerita,
paling enak mendengarkan Jazz dengan segelas red wine. Ah, terlalu borjuis
buatku. Kopi punya filosofi yang klop dengan Jazz.
Aku rebahkan punggungku di tepi jendela. Melihat bulan
pucat. Melihat payung-payung berwarna melintas tanpa mengucapkan salam.
Tiba-tiba aku rindu kamu.
Terkutuk kau, Miles.
3 Comments:
This comment has been removed by a blog administrator.
keren article nya gan...kunjungi blog saya jg ya gan
http://chaniaj.blogspot.com/
This comment has been removed by the author.
Post a Comment
<< Home