Monday, June 23, 2008

First Breath After The Coma

Aku menemukannya sedang tertidur di kasur tanpa ranjang. Ada air liur di ujung bibirnya yang tipis. Di sela jari tangan kanannya yang kotor dengan cat minyak, ada sepucuk linting ganja yang telah padam dan sebotol bir yang telah kosong dekat kepalanya.


Rambutnya yang pendek, menutup sebagian wajahnya. Dia mengenakan kaus tanpa lengan dan jins abu-abu yang lusuh. Mulutnya tak berhenti mengingau, meracau. Keningnya basah oleh keringat yang kuseka dengan telapak tanganku. Ada sungai air mata yang mengalir di pipinya.


Di dekatnya ada sebuah lukisan seorang wanita. Ada kemiripan antara wajahnya dengan wanita di lukisan itu. Kusentuh kanvasnya. Cat minyaknya masih basah. Dekatnya ada gelas berisi bir setengah dengan kuas di dalamnya. 


Aku kemudian jongkok di sebelahnya. Tidurnya kini meringkuk. Kubuka jubahku dan kututup tubuhnya. Dari bibirnya terbit sebuah senyum. Lembut, kutiup wajahnya agar aku bisa lihat jelas kecantikannya. Mungkin aku yang terlalu pemilih, tapi jujur, ia bukan tipeku.


Kulemparkan pandanganku ke dinding ruangannya. Ada fotonya sedang memeluk seorang anak kecil. Wajahnya tampak gembira. Tak ada rona keputusasaan yang terpancar. Tak ada debu kesedihan yang mengotori pipinya.


Kuambil CD Explosion in The Sky dari tumpukan yang tak beraturan di lantai dan kumasukkan ke dalam CD Player. First Breath After The Coma segera memenuhi isi kamarnya. Rasanya sekarang saatnya aku pergi. Biar lagu ini yang sekarang menemaninya.


“Jangan pergi!” Katanya mengingau.


Aku tersenyum dan moksa dihisap debu.


2 Comments:

At 4:04 PM, Blogger Nurisah said...

siapa tuh ndroo?? sheila marcia ya?

 
At 4:49 PM, Blogger Rini said...

Lagunya emang enak...gw sih mending dtemenin ma lagunya drpd lu:D

 

Post a Comment

<< Home