Saturday, July 21, 2007

Maria dengan Kacamata



Sejujurnya, dia benci memakai kacamata. "Bikin aku kayak orang idiot," akunya. Sudah seribu akal yang yang aku coba agar dia mau memakai kacamatanya namun dia tetap menolak.

"Ah, itu kan maunya kamu," kesalnya, "aku tahu kamu terobsesi sama wanita berkacamata!"

Friday, July 20, 2007

Cerita Maria



"Lucunya!" Katanya menunjuk ke arah seekor anjing hitam di sebuah pet store saat kami sedang melangkahkan kaki di Omotesando. Anjing itu mengulurkan lidahnya, menjilat kaca etalase dan mengonggong kecil.

"Yuk, masuk ke dalam," ajaknya mengaitkan tangannya ke tanganku.

"Tapi sejam lagi Shinkansen mau berangkat," lirikku ke arloji. Matanya mengerdip manja, memasang wajah merajuknya.

"Ayolah, cuma sebentar kok...Sebentaaar aja."

"Tapi..." Sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, ia sudah terlebih dulu ngeloyor ke dalam. Ada pepatah yang bilang bahwa dibelakang setiap pria sukses ada perempuan yang kuat. Kukutuk orang yang menemukan pepatah itu.

Di dalam pet store, sang pelayan telah mengeluarkan anjing itu dari kandangnya. Ia langsung memeluk anjing itu dan menunjukkannya kepadaku.

"Isn't he addorable," katanya mengangkat anjing itu tinggi.

"Is a she, not he," sambung si pelayan.

"Can we keep her?" Ujarnya kepadaku.

"Hah? Mau ditaruh dimana? Apartemenmu kan sempit. Lagipula aku agak alergi sama anjing."

"Pleeease..." Lagi-lagi wajah itu muncul lagi. Wajah yang bisa membuat hati pria blingsatan.

"Boleeeh ya...Tuh kan, dia suka sama kamu," katanya menyodorkan anjing itu ke arahku.

Lidahnya menjulur penuh liur. Buru-buru aku menjauhkan anjing itu dariku sebelum menjilatku. Tak lama, aku bersin dengan keras.

"Ayo lah, setengah jam lagi shinkasen berangkat. Masa kamu mau bawa anjing itu ke dalam kereta? Kamu tau sendiri, sekarang jam pulang kerja."

"Bisa kok...Kan ada kandangnya..."

Aku menggeleng kepalaku dengan tegas. Supaya ia tak lagi memaksa, secepatnya aku keluar dari pet store itu. Dari kaca etalase, bisa kulihat mimik wajahnya berubah kecewa ketika ia mengembalikan anjing itu kembali ke tangan si pelayan.

Di perjalanan menuju stasiun, ia sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan saat aku hendak pegang tangannya, ia malah pura-pura mengambil kacamata dari dalam tasnya. Di dalam Shinkansen malah lebih parah. Ia sengaja berdiri jauh dariku dan membenamkan diri main gameboy merah mudanya. Hari itu dengan sempurna bak pertunjukkan drama, ditutup dengan bantingan pintu di mukaku saat aku mengantar ke depan apartemennya.

Esokannya, aku datang lagi ke apartemennya. Kupijit bel berkali-kali namun ia tidak membukakan pintunya. Namun ketika dari dalam tas besar yang kubawa terdengar suara anjing yang mengonggong, pintunya langsung terbuka dan terlihat wajah cantiknya tersenyum manis. Matanya mengkilat indah begitu aku keluarkan anjing hitam kecil itu dari dalam tas.

"Kamu baik banget!" Senangnya. Sebagai hadiah atas ketololanku, ia mendaratkan sebuah ciuman ringan ke bibirku. "This is you best present ever!"

Saat ia masuk ke dalam apartemennya, dari kantong celanaku, aku keluarkan sebutir obat anti alergi dan menelannya dengan air mineral.