Thursday, November 16, 2006

Adu Pedang

Begitu kuayunkan pedangku ke arah kepalanya, dia mengelak dengan halus dan melompat menjauh seringan Kolibri. Matanya menatap kejam sambil mengangkat pedangnya tinggi. Napasnya tersengal-sengal.

Aku agak turunkan pedangku untuk menarik konsentrasinya. Taktikku berhasil. Ia berlari secapat Sukhoi menuju arahku sambil menarik pedangnya ke belakang. Ah, aku tahu jurus ini. Senpai pernah mengajarkanku di perguruan.

Bergegas kutarik pedangku ke depan sambil memajukan kaki kananku. Tapi anehnya, dia agak melambatkan gerakannya. Pedangnya juga agak turun. Seakan dia tidak jadi untuk menyerangku. Ini berarti kesempatanku untuk menyerang balik.

Kukibas pedangku membentuk silang dan melompat tinggi bersiap untuk menebasnya dari atas. Tapi tunggu, kenapa matanya berubah aneh? Kenapa kulihat sungging senyum di sudut mulutnya?

Mendadak, aku ingat ucapan Senpai di musim semi di pinggir kolam ikan Koi. "Dalam ilmu pedang, menunggu adalah perbuatan bermutu dan bergegas hanya akan membuat kepalamu tertebas," gumamnya dalam selimut janggut putihnya. Tapi aku tak menangkap jelas maknanya. Ketika itu, aku sedang sibuk memberi makan ikan koi warna-warni.

Kini aku tahu maksud Senpai. Tapi telat sudah untuk mencernanya...

Tuesday, November 14, 2006

Mimpi Siang

Mataku setengah mengantuk. Perut penuh berisi setelah makan siang, berikutnya adalah menggantungkan kepala di ujung kursi kerja. Benar-benar hari yang aneh. Sudah tiga hari tak ada kerjaan yang menyambangi meja. Terbiasa dengan huru-hara pekerjaan yang merangsek emosi, hari ini terasa membosankan.

Kemudian dia datang. Duduk di sofa hitam persis sebelah mejaku. Matanya penuh kantuk. Ia buka kacamatanya dan mengusap matanya yang antik. Bibirnya yang kecil mengatup. Sebentar, bibir itu memberikan senyumnya yang manis ke arahku lalu ia pejamkan matanya.

Wajahnya terlihat begitu tak berdosa ketika ia sedang tertidur. Dikepalaku, aku berada di mimpi siangnya. Aku memakai baju Samurai dengan bilah Katana dipinggang dan ia dengan kimono merah pastel. Kita sedang makan kue tart di tengah padang bunga Sakura, meminum sake dan bernyanyi Urami Bushi-nya Meiko Kaji* dari karaoke. Kemudian seekor kupu-kupu hinggap di cuping telinganya. Wajahnya yang putih lalu bersemu merah manis, entah karena sake atau ia tersipu saat kukibas kupu-kupu itu dari rambutnya.

Di kepalaku, mimpi itu begitu indah dan tak sekejap pun aku ingin terbangun. Untuk sesaat, aku ingin menutup mataku dengan sobekan kain kimononya dan harakiri dengan samurai ditangannya dan dendam di jantungku.


*Lagu yang jadi OST Kill Bill 2, bercerita tentang dendam cinta (seenggaknya itu interpretasi gue dari terjemahan liriknya...he...he...he)