Tuesday, January 08, 2008

Sekuel Maria



Aku dan Maria putus semalam. Kami bukan lagi sepasang merpati tapi seeokor macan dengan beruang-tak tertebak mana yang menang bila diadu.

Sebab kami pisah sebenarnya sekecil kerikil. Tapi kerikil pun bila ditimpuk berkali-kali ke dahi lama-lama akan menjadi benjol yang akut.

Semuanya berawal kemarin malam, saat aku dan Maria bertemu di kafe favorit kami di Shinjuku. Ia memakai jaket coklat dengan kaos merah muda di dalamnya. Rambutnya digulung rapi. Bibirnya polos tanpa gincu. Aku bantu membuka jaketnya dan memberikan kepada pelayan untuk disimpan di dalam lemari penyimpanan jaket.

Dia memesan segelas kopi decaf dan salad organik (ia sedang tergila-gila dengan konsep hidup sehat a la Skinny Bitch yang ditulis Kim Barnouin dan Rory Freedmam) sementara aku memesan segelas Heineken.

”Menurut kamu, film tadi bagus?” Katanya membuka percakapan sambil menyeruput kopi decaf-nya.

Aku menggeleng kencang. ”Bruce Willis melawan tokoh konyol, premis penjahat Hollywood yang gampang ditebak, plot lemah, dan ending yang bikin mual.”

”Aku lebih suka yang pertama. Seluruh sekuelnya tak ada yang bisa melebihi yang pertama. Ah, lagipula tak ada sekuel yang lebih bagus daripada film aslinya kan?” Katanya sambil mengunyah salad organik pesanannya.

”Gak juga. Indiana Jones?”

”Semua film Indiana Jones bukan sekuel. Masing-masing filmnya berdiri sendiri.”

Aku hampir tersedak buih bir saat mendengarnya berkata seperti itu. ”Sejak kapan seluruh seri Indiana Jones bukan sekuel?”

”Lho, sekuel kan harus berlanjut. Dan Indiana Jones tidak berlanjut.”

Kepalaku seperti disterika dan dadaku sesak seperti diikat tambang. ”Bego banget sih. Mana ada pengertian sekuel kayak gitu.”

Bisa aku lihat matanya berubah memicing tajam ke arahku. Kupingnya mengembangnya lebar. Ada riak di cangkir kopinya akibat gemetar tangannya. Tanpa bicara sepatah kata, ia berdiri dan pergi. Sementara aku hanya diam santai menikmati segelas birku.

Baru setelah keluar dari kafe, kukutuk diriku. Kukutuk lidah dan otakku yang tak mau bekerja sama. Kukutuk 30 tahun umurku yang masih saja berpikir bahwa seharusnya aku lebih pandai mengatur ucapanku.

Sekembalinya di flat, aku menekur panjang di sofa sambil tak hentinya mengganti semua kanal yang ada di TV. Aku mencari seribu pembenaran. Apakah aku bisa hidup dengan perempuan yang tak tahu arti sebuah sekuel dan konsep keselurahan cerita Indiana Jones? Bagaimana bila aku berdebat siapa yang harus mencuci celana dalam? Atau lebih parah, kanal TV apa yang harus kita lihat.

Keesokan paginya, aku bawa kakiku di sepanjang Shinjuku. Aku menyadari ternyata berjalan sendiri itu membuatku merasa lebih jantan. Tak ada rengekan pesta diskon atau sepatu mana yang lebih bagus.

Aku lalu masuk ke dalam kafe tadi malam. Pelayan yang sama dengan tadi malam menyambutku dengan senyum.

”Pacarnya nggak ikut?” Sambutnya.

Aku mendengus kesal. Tak ada tip buatmu hari ini.

Setelah agak malam, baru aku keluar dari kafe. Kunaikkan kerah jaketku, menyulut sebatang rokok dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju flat. Tapi berjalan tanpa suara gelak Maria sungguh sunyi. Tidak ada cubitan dan lelucon tidak lucu yang membuatku harus pura-pura tertawa.

Tanpa rasional yang jelas, aku secepatnya lari ke flatnya. Dan setibanya sebelum aku sempat menekan bel, Maria telah membukakan pintunya untukku. Wajahnya kelihatan sedih.

”Aku lihat kamu dari jendela,” lirihnya dan segera menarikku masuk ke dalam flatnya.



Thursday, January 03, 2008

Yeah! Daun Muda 2007!


Ini iklan yang membawa gue dan art director gue ke finalis sepuluh besar daun muda award di citra pariwara 2007. Sekedar info, daun muda award itu kompetisi untuk insan iklan berumur di bawah 30 tahun di citra pariwara. Syaratnya mereka harus membuat iklan dengan tema tertentu. Tahun ini temanya adalah tentang aim higher.
Setelah beradu jurus dengan art director gue, akhirnya muncul ide tentang Gareng yang memakai baju Gatot Kaca. Rasionalnya sih kepingin bilang kalau selama ini Gareng yang selama ini jadi tokoh hiburan kepingin jadi peran jagoan. Klop kan dengan ide aim higher-nya? Alhamdulilah, iklan ini dilirik oleh juri dan masuk sepuluh besar untuk diadu lagi biar bisa menyabet tiket ke Thailand untuk ikutan Young Lotus Award, kompetisi untuk insan iklan se-asia pasifik!
Too bad, me and my partner did'nt win. But hell yeah, sepuluh besar aja udah seneng! Tahun depan masih bisa ikutan gak ya? Kan umur gue masih 29...