Thursday, November 16, 2006

Adu Pedang

Begitu kuayunkan pedangku ke arah kepalanya, dia mengelak dengan halus dan melompat menjauh seringan Kolibri. Matanya menatap kejam sambil mengangkat pedangnya tinggi. Napasnya tersengal-sengal.

Aku agak turunkan pedangku untuk menarik konsentrasinya. Taktikku berhasil. Ia berlari secapat Sukhoi menuju arahku sambil menarik pedangnya ke belakang. Ah, aku tahu jurus ini. Senpai pernah mengajarkanku di perguruan.

Bergegas kutarik pedangku ke depan sambil memajukan kaki kananku. Tapi anehnya, dia agak melambatkan gerakannya. Pedangnya juga agak turun. Seakan dia tidak jadi untuk menyerangku. Ini berarti kesempatanku untuk menyerang balik.

Kukibas pedangku membentuk silang dan melompat tinggi bersiap untuk menebasnya dari atas. Tapi tunggu, kenapa matanya berubah aneh? Kenapa kulihat sungging senyum di sudut mulutnya?

Mendadak, aku ingat ucapan Senpai di musim semi di pinggir kolam ikan Koi. "Dalam ilmu pedang, menunggu adalah perbuatan bermutu dan bergegas hanya akan membuat kepalamu tertebas," gumamnya dalam selimut janggut putihnya. Tapi aku tak menangkap jelas maknanya. Ketika itu, aku sedang sibuk memberi makan ikan koi warna-warni.

Kini aku tahu maksud Senpai. Tapi telat sudah untuk mencernanya...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home