Bu Arifin
Belakangan aku baru tahu kalau bu Arifin, tetanggaku itu lulusan UNPAD juga. Angkatan kepala 7 katanya. Tapi anehnya, ia jadi ibu rumah tangga. Suaminya pegawai negeri yang bukan eselon tapi sudah punya mobil 2 dan rumah apik.
Kata ibuku, setiap hari ia melukis di ruang tamunya. Bukan dengan cat minyak di atas kanvas tapi di buku gambar dengan crayon. Sore hari ia baru keluar rumah untuk menyiram bunga mawarnya, lengkap dengan gincu merah, polesan perona pipi, dan kalung mutiara yang melingkar dengan tidak pas di lehernya.
Kata ibu juga suaminya jarang pulang ke rumah. Konon, suaminya impoten dan ia jadi sering berlaku genit di dalam atau di luar rumah.
Suatu sore, saat pulang kantor, aku memergokinya menangis sambil menyiram tanaman. Saat melihatku, ia buru-buru berusaha menghapus air matanya sehingga eye shadow-nya berantakan. Ia tersenyum. Dan kubalas kembali senyumannya.
Di rumah, aku merenung: kita tak bisa melihat seseorang dari luarnya, meski itu kelihatan mencolok mata. Lelah, kunyalakan AC kamarku dan berusaha menutup mata.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home