Minoritas & Toleransi
Hal yang selalu pertama kali gue lakukan kalau check in di hotel adalah menyalakan TV untuk melihat nih hotel punya cable nggak? Dan itu yang gue lakukan pas gue honeymoon di Bali. Menginap di hotel bintang 4 dekat Kuta Square bersama istri bukannya sibuk berencana malah duduk anteng di depan TV melihat siaran langsung pengundian grup Piala Dunia.
Setelah liar mengganti kanal, gue akhirnya memutuskan untuk melihat wawancara sebuah TV Australia dengan pengarang Saman, Ayu Utami. Pertanyaannya standar: tentang pornografi di novelnya dikaitkan dengan ketabuan seks di masyarakat Indonesia (nguap). Tapi karena istri lagi berenang dan gue nggak bisa berenang, ya sudah ditonton aja.
Tapi acara ini jadi membuat gue berpikir saat si pembawa acara bertanya pada Ayu Utami: sebesar apa toleransi beragama masyarakat Indonesia. Dan Ayu utami menjawab,"sebenarnya saya merasa diri saya sebagai seorang minoritas..."
Apa benar bangsa kita sudah tidak toleran lagi pada sesama agama? Fakta apa yang membuat Ayu Utami mengatakan bahwa ia menjadi minoritas?
Di kantor gue sekarang, yang muslim praktis cuma 4 orang dari 15 pegawai. Tapi gue sama sekali nggak merasa minoritas. Baik-baik aja. Meski ada satu teman gue yang aak-agak sinis tapi gue anggap itu cuma becanda garing aja.
Tapi ada satu atau dua kejadian yang mungkin bisa merefleksikan kejadian yang dialami Ayu Utami.
Di Bali tentunya nggak syah kalau nggak belanja. Istri gue membeli kaos untuk adiknya dengan sablon mirip salib. Ya nggak mirip sih, cuma emang kalau diliat ya salib. Dan sewaktu mertua gue melihat kaos itu, dia kesal kenapa istri gue membeli kaos tersebut karena bentuk desain sablonnya. Katanya, "kayak kamu apa aja sih..."
Kedua, sebelum gue menikah. Yang telah melihat undangan kawinan alternatif gue bagaimana menurut kalian? Biasa? Nah, tapi waktu gue mengirim undangan itu ke teman baik gue, dia bilang,"Kok bikinnya gini sih? Kayak elu mo kawin di gereja aja."
Rasanya ada gatal di lambung gue ketika gue membandingkan kedua kejadian di atas dengan apa yang dikatakan oleh Ayu Utami. Bangsa ini sudah hilang akal atau cuma perasaan? Ada yang bisa jawab?
3 Comments:
dua ilustrasi terakhir baru menggambarkan silang sengkarut (apa lagi ini) identitas, bukan problem toleransi. tapi soal toleransi memang berhulu pada identitas. toleransi yg gonjang-ganjing berarti ada identitas yg tergergaji. mau toleransi? siap membunuh identitas?
loh bukannya identitas itu musti saling toleransi biar bisa diakui? Membunuh identitas bukan berarti kita saling toleran...walah
baru-baru ini gw merasa habis ditampar oleh kalimat yang dilontarkan seorang dosen (yg umurnya sekitar 30-an)kepada gw. kalimatnya gini,"gw miris melihat generasi sekarang, orang-orang seumur kalian ternyata sangat permisif terhadap hal prinsip seperti agama"
Post a Comment
<< Home